Langsung ke konten utama

CONTOH-CONTOH BID'AH YANG BERLAKU DI MASYARAKAT




بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Alhamdulillah , Allooh سبحانه وتعالى mempertemukan kita kembali untuk membahas kita tentang masalah yang penting dalam kehidupan dan kehidupan kita, termasuk kehidupan kita di dunia ini, dan bahasan-bahasan yang kita pakai di majelis kita menggunakan masalah bid'ah. Masalah Bid'ah adalah urusan yang diselesaikan dengan Dien(Islam) , padahal tidak ada wujud bukti dan fakta serta contoh dari Rosuululloohصلى الله عليه وسلم.
Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allooh سبحانه وتعالى,
Kali ini kita membahas model-model dan contoh-contoh atau tampilan-tampilan Bid'ah di masyarakat dan kehidupan kaum muslimin, dimana pada kesempatan ini akan disampaikan dua perkara Bid'ah, yaitu:
  1. Bid'ah hari 'Asyuroo ,
  2. Bid'ah Mauludan Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم.
Mudah-meminta dua perkara ini bisa kita selesaikan pembahasannya dan kita selesai pada pertemuan kali ini, dan insyaa Allooh pada pertemuan yang akan datang kita lanjutkan dengan membahas bentuk-bentuk Bid'ah yang lain. Dan mungkin kita akan urutkan sesuai dengan urutan bulan.
Pertama , bid'ah pada bulan Muharrom, yang biasa dilakukan oleh kaum muslimin, yang mengatas-namakan syi'ar Islam pada bulan Muharrom. Dibagikan bulan Shafar, Rabi'ul Awwal, dan seterusnya sampai bulan Dzulhijjah. Jika itu bisa selesai sampai bulan Dzulhijjah, kita akan kembali ke keseharian kita. Yaitu keseharian kita dalam aqidah, keseharian kita dalam urusan ibadah, serta keseharian kita dalam urusan mu'amalah , yang kesemuanya itu tidak ada dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.
Maka pembahasan tidak dititik beratkan pada hal-hal yang Sunnah-nya, karena memang tema pembahasan kali ini adalah masalah Bid'ah saja.
MASALAH PERINGATAN 'ASYUROO
Seperti kita ketahui bahwa 'Asyu ur ooberasal dari kata ' Asyara h , artinya: Sepuluh .
Yang dihargai dalam hal ini adalah hari ke-sepuluh bulan Muharrom , bulan pertama kaum muslimin. Tanggal 10 Muharrom itu disebut: 'Asyuroo . Tanggal 9 Muharrom disebut dengan: Tasu u ' aa , (kesembilan).
عن ابن عباس قال
: - قدم النبي صلى الله عليه و سلم المدينة. فوجد اليهود صياما. فقال (ما هذا؟) قالوا هذا يوم أنجى الله فيه موسى وأغرق فيه فرعون فصامه موسى شكرا. فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم (نحن أحق بموسى منكم) فصامه وأمر بصيامه
Berarti:
Berkenaan DENGAN ITU, ketika Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم hijrah Ke Madinah, Lalu Melihat hal orang-orangutan yahudi Madinah mengagungkan Tanggal 10 Muharrom , beliau صلى الله عليه وسلم bertanya , “ ari Apa Ini Bagi Kalian?  Mereka menjawab:“ Ini adalah hari dimana Allooh سبحانه وتعالى menyelamatkan Musaعليه السلا dan kaumnya . "Maka Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:" Kami lebih berhak untuk menerima Musa bagi kalian ". Lalu beliau shoum (berpuasa) dan menyuruh sahabat-sahabat yang lain untuk shoum(Hadits Riwayat Imaam Ibnu Maajah dari 'Abdullooh bin Abbaas رضي الله عنه)
Pada Hadits yang lain, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda kepada para sahabat dan bagi kita sekalian, dalam bentuk angan-angan:
لَئِنْ بَقِيتُ إِلَى قَابِلٍ لأَصُومَنَّ التَّاسِعَ
Berarti:
Kalau sendainya aku panjang umur, aku akan shoum pada hari ke-sembilan (hari Tasuu'a) ". (Hadits Riwayat Imaam Muslim dari 'Abdullooh bin Abbaas رضي الله عنه)
Karena itu maka Sunnah bagi kita untuk melakukan shoum (puasa) pada tanggal 9 dan 10 Muharrom . Hanya itu yang diperintahkan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Jika ada ibadah yang identik dengan itu, yang disebut dengan shoum, maka sabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dalam hadits yang terletak di bulan Muharrom itu disunnahkan untuk memperbanyak shoum . Sabda beliau صلى الله عليه وسلم:
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ
Berarti:
Shoum yang paling utama setelah bulan Romadhoon adalah shoum pada bulan Allooh yaitu Muharrom " (Hadits Riwayat Imaam Muslim dari Abu Hurairoh رضي الله عنه)
Lalu para ulama berbincang di bulan Muharrom kita disunnahkan untuk memperbanyak shoum. Walau pun Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم tidak pernah mencontohkan shoum yang diminta lengkap pada bulan Romadhoon. Artinya, Pada Bulan Muharrom kit yang dianjurkan untuk review memperbanyak sh Oum . Hanya itu lah yang ada pada penjelasan Sunnah , berkenaan bagaimana kita menyikapi Muharrom. Selain itu diatas juga membahas Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.
Ada dua hal yang terkenal yang dilakukan oleh kaum Muslimin pada akhir-akhir ini. Yaitu:
  • Menyambut tahun baru Islam.
  • 'Asyuroo itu sendiri.
Untuk itu kami tidak akan berpanjang-kata, kami akan sampaikan apa yang ditulis oleh Imaam kaum muslimin dalam urusan Ilmu Syar'i, bahkan ia menjadi panutan bagi kita kaum muslimin. Khususnya orang Indonesia yang mengaku ber-madzhab Syafi'i. Yaitu dalam kitab yang pernah diperkenalkan bernama Kitab Al Amru tagihan Ittibaa 'wan Nahyu' Anil Iibtidaa ' . Kitab tersebut ditulis oleh Imaam Jalaaluddin As Suyuuthi رحمه الله, yang menulis kitab tafsir Al Qur'an, yaitu Tafsir Al Jalaalain . Yang Kitab Jalaalain itu diperlajari oleh orang-orang Indonesia karena ilmunya mu'tabar.
Di halaman 187 Kitab beliau, beliau mengatakan satu pasal bernama Bid'ah Yau mi yyah 'Asyur oo Bid'ahnya hari ke-sepuluh Muharrom ). Kata beliau Imam As Suyuuthi رحمه الله sebagai berikut:
"Dan antara kejadian-peristiwa yang mungkar (tidak baik) adalah apa yang dilakukan oleh sebagian orang yang diambil hawa nafsu (bukan pengikut Sunnah), pada hari ke-sepuluh bulan Muharram. Mereka melakukan Ta'a htt hus y (berhaus-haus), tidak minum dan mungkin juga tidak makan, atau membentuk puasa dan bersedih, puas bahkan mengaduh. Serta perkara-perkara lain yang tergolong mungkar dan bid'ah. Yaitu perkara-perkara yang belum pernah disyari'atkan oleh Allooh سبحانه وتعالى , dan juga tidak oleh R osu ul-Nya, dan juga tidak oleh seorang pun dari pendahulu orang ini, baik dari Ahlul Umpan maupun untuk semua yang menginginkannya ”.
Jadi menurut penelitiannya, menurut apa yang dia telaah di dalam ilmu syar'i dan sejarah dan seterusnya, bahwa pembicaraan 'Asyuroo adalah Bid'ah , karena tidak ada contohnya, tidak ada pengajarannya dan tidak ada yang dilakukan oleh Pendahulu umat ini. Bahkan dari orang yang percaya dirinya Ahlul Bait , keluarga Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم tidak mencontohkannya serta tidak merintisnya .
Ini adalah musibah ", kata beliau. “ Dan terjadi pada zaman pertama, pendahulu. Yaitu dengan terbunuhnya seorang cucu Nabi صلى الله عليه وسلم,  Husain bin Ali رضي الله عنه. "
Kata beliau ( Imam As Suyuuthi رحمه الله): “ Ini adalah musibah yang terjadi pada abad pertama. Yaitu masih di bawah tahun 50-an Hijriyah. Yaitu dengan terbunuhnya Husain bin Ali رضي الله عنه Mestinya kita sambut, kita lakukan atas musibah itu, dalam bentuk introspeksi yang disyari'atkan oleh Allooh سبحانه وتعالى dan oleh Allooh سبحانه وتعالى. Dan dengan sabar yang menyenangkan, bukan dengan gelisah, kesedihan dan mengaduh, juga bukan dengan menyiksa diri. Yang kemudian dirintis oleh Ahlul Bid'ah pada masa sekarang. 
Maksudnya, pada masa Imam As Suyuuthi رحمه الله, dimana Imam As Suyuuthi رحمه الله termasuk orang pendahulu dalam madzhab ini, yaitu pada masa abad ke-8 Tahun Masehi. Dia mengatakan bahwa Bid'ah itu dirintis dimasa lalu, dan tidak ada di zaman dahulunya. Kata beliau: “ Kemudian digabungkan dengan 10 'Asyuroo itu dengan bentuk-bentuk dusta kemudian mereka (Ahlul Bid'ah) yang mencela para sahabat Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم yang sahabat ini bersih untuk keperluan bid'ah itu. Yang kesemuanya dibenci oleh Alloohسبحانه وتعالى dan R osu ulull ooh صلى الله عليه وسلم. ”
Kata beliau Imam As Suyuuthi رحمه الله: Dalam bentuk hadits riwayat Imaam Ibnu Maajah dari Al Hasan bin Ali رضي الله عنه, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
"Barang siapa yang ditimpa oleh seorang musibah, lalu ia ingat musibah itu kemudian ia melakukan introspeksi ke belakang (Istirja '), begitu pun sudah jauh masanya, maka Allooh akan mengundang orang itu pahala sebesar pahala disaat ia ditimpa musibah itu".
Jadi yang diperingati adalah bagaimana kita ber-introspeksi dan mengingat tentang musibah itu dan mengingat sikap yang harus kita lakukan, bukan melakukan yang kita lihat dimasa sekarang ini.
Selanjutnya Imam Sebagai Suyuuthi رحمه الله mengatakan: “ Saat hari ditimpa musibah itu dengan melakukan pembaharuan yang membentuk kesedihan, maka yang demikian itu bukan dari ajaran Islam, bahkan lebih dari itu dengan tabiat dan kebiasaan Jahiliyah . Kemudian mereka memilih untuk berpuasa (sh oum) pada hari itu, mereka tidak tahu itu keutamaan pada hari itu.Lalu lintas orang yang menggantikan yang Sunnah itu dengan persetujuan yang sudah diperbarui. Misalnya mereka melakukan pada hari itu: mandi, mencelupkan rambut, memakai celak mata, berjabat tangan (bersalam-salaman), semuanya itu perkara-perkara yang mungkar, yang bid'ah, sandarannya tidak lain hadits yang dusta atas Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم . Sementara yang disunnahkan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم hanya Shoum pada hari itu ('Asyuroo), tidak ada yang lain. 
“ Memang ada satu peristiwa, kecuali ada yang tidak ada, seperti ada yang membawa sesuatu untuk keluarga. Haditsnya itu lemah. Bisa saja karena kultus, atau berlebih-lebihan dalam mengagungkannya, dari kalangan orang-orang Syi'ah, juga untuk menentang dan menandingi orang-orang Raafidhoh.
Sesungguhnya syaith oon ingin memalingkan manusia dari jalan yang lurus. Dan syaith oon tidak peduli ke mana ia akan berjalan. Oleh karena itu bagi orang yang melakukan kebid'ahan itu , maka menjauhlah kebid'ahan tersebut sama sekali lagi. 
Itu lah yang dikeluarkan oleh Imam As Suyuuthi رحمه الله dan Imam Syafi'iy رحمه الله. Lebih kesemuanya yang diatas itu tidak ada dari Allooh سبحانه وتعالى, tidak ada dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, dan semua itu haditsnya Dho'iif . Oleh karena itu, tidak ada dalil yang bisa dipakai sebagai sandaran yang diminta 'Asyuroo itu sunnah yang perlu dihidupkan. Itu harus dijauhi dan tidak boleh kita ikut-ikutan.
Berikut kami sampaikan pendapat yang lain, orang yang tidak tahu mengira yang berikut ini Wahabi . Sejauh ini, jauh sebelum membahas Muhammad bin 'Abdul Wahab رحمه الله. Dia adalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah رحمه الله, dia bertanya tentang hari apa yang dilakukan oleh orang pada tanggal 10 Muharrom, misalnya dalam bentuk alis, celak mata, mandi atau mencelupkan bulu kepala, atau berjabat-tangan, biji-bijian, atau bijian rasa suka, rasa bahagia, dan lain-lain, apakah itu demikian itu adalah hadits yang shohiihdari Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم atau tidak?
Jika tidak ada hadits yang shohiih, apabila yang demikian itu dilakukan, lalu hukumnya Bid’ah atau tidak? Dan apa yag dilakukan oleh sebagian kecil dari kaum muslimin, berupa peringatan, makan-makan, ataupun berupa kesedihan, memperhaus diri dan lain-lainnya, termasuk meratap, ataupun membaca sesuatu yang membuat mereka bersedih,  termasuk merobek baju-baju mereka, apakah yang demikian itu ada dasarnya atau tidak.
Beliau Syaikhul Islam Ibnu Taimiyahرحمه الله menjawab: “Alhamdulillaahirobbil’aalamiin, belum pernah ada hadits yang shohiih dari Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم, juga tidak pernah ada dari para sahabatnya dan tidak pernah dianjurkan oleh para Imaam kaum muslimin, termasuk didalamnya Imam yang Empat, dan selain mereka. Tidak ada riwayat dari orang yang termasuk Ahlul Kutub, yaitu orang yang ahli dalam bidang telaah Kitab, yang betul-betul bisa dipercaya, tidak lah ada ajaran tentang masalah yang ditanyakan diatas”.
Kesimpulannya, tidak ada ajaran dari Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم, tidak ada dari para sahabat, tidak ada dari paratabi’in, tidak ada riwayat yang shohiih, bahkan tidak ada riwayat yang dho’iifsekalipun. Tidak ada dari Kitab-kitab Hadits yang shohiih, tidak ada dalam kitab-kitab Sunnan, tidak ada dalam musnad-musnad dan tidak dikenal hadits-hadits tentang masalah itu pada abad-abad yang utama. Dan sudah berdasarkan penelitian bahwa memang tidak ada dalil tentang masalah tersebut.
Tetapi memang ada riwayat sebagian muta-akhiriin, tentang masalah tersebut. Hadits-hadits yang mereka riwayatkan bahwa bila mereka bercelak mata pada hari ke 10 Muharrom, maka mereka tidak akan pernah belekan (sakit mata) pada tahun itu.
Ada lagi yang meyakini, siapa yang mandi pada hari ke-10 Muharrom, maka ia tidak akan sakit selama setahun itu. Itu Hadits-hadits yang diriwayatkan oleh orang-orang mutaakhirin, tetapi tidak ada diriwayatkan oleh orang-orang terdahulu.
Artinya hadits itu palsu. Karena palsu, maka tidak boleh dijadikan sandaranBahkan meriwayatkannya saja dosa,kalau tidak untuk menjelaskan kepalsuan-nya.
Mereka para mutaakhirin itu misalnya meriwayatkan tentang keutamaan sholat pada hari ke-10 Muharrom, mereka meriwayatkan bahwa hari itu adalah taubatnya Nabi Adam عليه السلام. Dikaitkan dengan cerita cerita tentang perahu Nabi Nuh عليه السلام, tentang Nabi Yusuf عليه السلام dan Nabi Ya’qub عليه السلام, dan dikaitkan dengan cerita diselamatkannya Nabi Ibrohim عليه السلام dari neraka, dengan kisah kurban Nabi Ibrohim عليه السلام yang ditukar dengan domba yang besar, dsbnya.
Mereka juga meriwayatkan hadits-hadits palsu, pendustaan atas Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم, katanya, barangsiapa yang memberikan kelonggaran dan kelapangan kepada keluarganya pada hari ke-10 Muharrom, maka Allooh سبحانه وتعالى akan memberikan kelapangan hidup sepanjang tahun. Hadits tersebut seolah-olah bagus, tetapi ternyata palsu. Tidak boleh kita yakini.
Semuanya itu adalah bagian dari pendustaan dan pemalsuan atas Nabi Besar Muhammad صلى الله عليه وسلم. Yang demikian itu dikenal dari riwayat  Sofyan bin ‘Uyainah dari Ibrohim bin Muhammad bin Muntasyir dari bapaknya, katanya “Balaghona”. Kata “Balaghona”  dalam riwayat hadits tidak termasuk mu’tabar dan shohiih.
Ibrohim bin Muhammad bin Muntasyir itu dari ahlul Kuffah. Dan Ahlul Kuffah ada dua kelompok”, kata beliau Ibnu Taimiyah رحمه الله, “pertama adalah orang-orang Syi’ah yang memeperlihatkan loyalitas mereka terhadap Ahlul Bait, dan sesungguhnya dalam bathin mereka termasuk didalamnya orang-orang yang munafiqun. Dan diantara mereka ada orang-orang yang Jahiliyah dan pengikut hawa nafsu.”
Ada kelompok lain yaitu Naasibah, yang merupakan kebalikan dari kelompok Raafidhoh.  Karena mereka membenci Ali bin Abi Tholib رضي الله عنه dan para sahabatnya. Karena terjadinya peperangan pada masa fitnah”.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah رحمه الله mengatakan bahwa kesemuanya itu tidak ada dasarnya, maka bagi kita tidak adasunnahnya untuk memperingati ‘Asyuroo, hari ke-10 Muharrom, atau peringatan dalam rangka bulan Muharrom.
Adapun mengenai peringatan awal tahun(Tahun Baru Islambisa dipastikan tidak ada sunnahnya dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Sejak zaman dahulu tidak ada peringatan-peringatan seperti itu. Peringatan awal tahun dan akhir tahun adalah muncul di waktu-waktu belakangan sampai sekarang ini.
Di dalam Kitab As Sunan Wal Mubtada’aatjuga terdapat masalah tersebut diatas. Beliau Syaikh Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin ‘Abdussalaam, mengatakan bahwa hadits yang mengatakan tentang sholat ‘Asyuroo, adalah palsu. Para perowinya tidak dikenal.
Dalam Kitabnya Al la‘Aali Al Masnuu’ah(Al la‘Aali adalah Luk-luk, mutiara buatan) berkenaan dengan hadits-hadits palsu. Tidak ada relevansinya tentang mutiara buatan dengan hadits palsu, Imam As Suyuuthi رحمه الله mengatakan dalam Kitabnya: Haroom hukumnya meriwayatkan hadits palsu itu kecuali untuk menjelaskan kepalsuannya. Dan juga haroom mengamalkannya.
Berikutnya kata Imam As Suyuuthi رحمه الله : “Adapun tentang pembacaan do’a ‘Asyuroo, yang buku doanya sering dijual (– di kaki-lima, di kampung-kampung ) yang didalamnya termuat tentang Mauludan, ada koleksi Mauludan, doanya adalah Bid’ah dan mungkar.” Doa-doanya bagus, tetapi ketika doa-doa itu dikaitkan dengan ibadah dan dilakukan pada hari-hari tertentu, maka itu adalahBid’ah dan munkar. Dan yang semisal dengan itu, doa di awal tahun dan di akhir tahun adalah Bid’ah. Karena berkenaan dengan ‘Asyuroo dan awal tahun, akhir tahun.
Kata mereka dalam doa awal tahun: “Berikanlah kepada kami perlindungan dari syaithoon dan para walinya,  tolonglah kami untuk bisa mengalahkan jiwa yang jelek, tolonglah kami agar kami bisa menyibukkan diri untuk mendekatkan kepada Engkau”, dstnya.
Maknanya adalah doa,  tetapi ketika doa itu dikaitkan dengan ibadah tertentu, maka itu menjadi Bid’ah.
Kata beliau Imam As Suyuuthi رحمه الله : “Bid’ah yang munkar dan sesat”, dan perkataan mereka dalam doa ‘Asyuroo. Kata mereka: “Siapa yang membaca doa ‘Asyuroo maka ia tidak akan mati pada tahun itu”. Yang demikian itu adalah dusta dalam urusan dien dan “sok berani” kepada Allooh سبحانه وتعالى.
Padahal Allooh سبحانه وتعالى berfirman:
فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ
Artinya:
Maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya.”. (QS Al A’roof ayat 34)
Dan juga pembacaan kalimat,
حسبي الله ونعم الوكيل
“Hasbiyalloohu wani’mal wakiil
pada air mawar, lalu untuk menyembuhkan berbagai penyakit, itu adalah keyakinan yang rusak, serta sesat yang nyata.
Demikian pula asap yang harum pada bulan ‘Asyuroo, atau minyak wangi yang ditebarkan dengan suatu keyakinan bahwa itu berperan sebagai Ruqyah, yang bisa menolak hasad, sihir, kesemuanya itu adalah keyakinan yang syirik, yang hina, dan itu adalah kejahatan yang akan menguasai akal anak-anak.
MASALAH PERINGATAN MAULID (MAULUDAN)
Al Maulid An Nabawy artinya: kelahiran NabiTentang kelahiran Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم tidak ada kesepakatan para ulama bahwa beliau lahir tanggal 12 Rabi’ul Awwal.
Ada yang mengatakan bahwa yang benar (kalau itu mau dan lebih kuat), Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم lahir tanggal 9 Rabi’ul Awwal.
Intinya, dilihat dari sejarahnya saja sudah mulai menyeleweng dan tidak tepat. Kalau pun dikatakan lahir beliau tanggal 12 Rabi’ul Awwal, itu pun merupakan kekeliruan dari sisi sejarah.
Lalu kalau ada yang mengatakan sepanjang tahun lah kita mengadakan Mauludan, maka sebenarnya yang mengatakan itu tidak paham arti Maulud. Karena Maulud adalah hari lahir, maka pada tepat hari lahir lah diperingati. Kalau tidak tepat pas hari lahir, namanya bukan Mauludan. Kenyataannya, tidak tepat hari lahir tetapi dikatakan Mauludan, maka itu kekeliruan yang berlipat-ganda.
Tentang Maulid An Nabawy, berikut kami sampaikan:
Pertama, secara sejarah, ternyata Maulud atau peringatan / pesta Mauludan itu tidak pernah ada. Di dalam Kitab yang ditulis oleh Imaam Abu Syaamah Asy Syaafi’iy رحمه الله , yang beliau tulis dengan judul “Al Baa’itsu ‘Alaa Inkaaril Bida’i Wal Hawaadits”, halaman 97. Beliau hidup pada awal abad 7 Hijriyah, meninggal tahun 665 Hijriyah, mengatakan dalam kitabnya: “Bahwa orang yang pertama kali melakukan peringatan Mauludan di negeri Mousil (Syiria), adalah orang yang bernama ‘Umar bin Muhammad Al Mala’. Ia adalah seorang yang shoolih yang terkenal, yang kemudian ditiru oleh penguasa (‘Amir) yang ada di negeri itu (namanya daerah Irbil) yang bernama Al Mudhoffar Abi Sa’id Kubray.”
Jadi yang pertama kali mengadakan peringatan Mauludan adalah seorang raja dari Irbil (Syria) yang bernama Al Mudhoffar.
Di dalam Kitab “Ahsan Al Kalaam” yang ditulis oleh Muhammad Bakhir Al Matmuti’i, halaman  52 mengatakan: “Dari itu diketahui bahwa Al Mudhoffar adalah orang yang pertama kali mengadakan Mauludan di kota Irbil. Oleh karena itu tidak ada pertentangan dari apa yang kami sebutkan bahwa pertama kali yang melakukan peringatan Mauludan adalah di Kairo Mesir, adalah Al Khulafaaul Faathiimiyiin. Yaitu para khaalifah dari kalangan Fathiimiyin (orang kebathinan). Tetapi daerah Fathiimiyin itu habis musnah dengan meninggalnya Al ‘Abid Billaah Abi Muhammad ‘Abdillaah Al Hafidz bin Al Mustanshir pada hari Senin, 10 Muharrom 567 Hijriyah. Jadi jauh dari abad Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, para sahabat dan tabi’in.”
Kata beliau رحمه الله , “Tidak pernah peringatan Mauludan itu dikenal di negara-negara Islam,  sebelum Fathiimiyin. Jadi kira-kira abad ke-6 atau awal abad ke-7 Hijriyah.”
Demikian itu juga dijelaskan dalam Kitab “Wafayaatul A’yaan“, jilid I. Juga Kitab “Ar Raddul Qawiy ‘Alar Rifaa’i Wal Majhul Ibni ‘Alawi Wa Bayan Ahkami Fil Maulidin Nabawiy”, juga Kitab “Al Inshoof Fiimaqiila Fil Mauluudi Minal Ghuluwy”.
Itulah kitab-kitab yang menjelaskan yang pertama tersebut diatas.
Yang menunjukkan bahwa Mauludan itu yang melakukan pertama kali adalah orang-orang Fathiimiyun,  Al ‘Ubaidiyuun (orang-orang kebatinan), bukan Ahlussunnah wal Jama’ah, adalah seperti yang disebutkan oleh para  ‘Ulama dalam tidak kurang dari 10 Kitab. Yang memastikan bahwa Mauludan itu pertama kali dilakukan dan dirintis oleh orang-orang Fathiimiyun, pada awal abad ke-7 Hijriyah. Jauh dari masa Salaful Ummah.
Maka ada suatu pernyataan bahwa tidak mustahil peringatan Mauludan itu merebak sampai kepada Syaikh ‘Umar bin Muhammad Al Mala’tersebut diatas, dari kalangan ‘Ubaidiyin. Karena Daulah Fathiimiyah kemudian mengambil dan menjadikan  wilayahnya (Mousil) sebagai bagian dari wilayahnya pada tahun pada tahun 347 Hijriyyah sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Katsiir رحمه الله dalam Kitab Al Bidaayah Wan Nihaayah.
Lahirnya Al Mudhoffar adalah tahun 549 Hijriyyah, dan ayahnya  menguasai Irbil, dan Al Mudhoffar menguasai Irbil setelah ayahnya meninggal, yaitu tahun 563 Hijriyyah, sebagaimana dikatakan oleh Imam Adz Dzahaabiرحمه الله dalam kitabnya Siar A’laamin Nubalaa’.
Maka bisa dipastikan bahwa Mauludanitu mulai muncul pada abad ke-6 dan awal abad ke-7. Itu lah yang perlu diketahui dari sisi sejarah.
Ada satu hal yang perlu diperhatikan, bahwa orang yang merintis Mauludan itu kualitas Islamnya seperti apa.  Katanya Mauludan itu untuk membangkitkan semangat jihad dsbnya. Sekarang kita lihat dalam Kitab Al Yaaquut, beliau adalah semasa dengan Al Mudhoffar dan dalam Mu’jam-nya mengatakan, bahwa kepribadian orang tersebut (Raja Al Mudhoffar) sangat kontradiktif. Orang ini banyak sekali berbuat dzolim. Sangat tamak terhadap rakyatnya, sangat suka merampas harta dengan cara yang tidak benar.
Kedua, dalam Kitabnya Ibnul Imad رحمه الله yang bernama Sadzarootudz Dzahab, beliau رحمه الله mengatakan bahwa sekian banyak uang dan harta telah diinfakkan untuk Mauludan, yang dilakukan Al Mudhoffar yakni 300.000 Dinar.
Kalau dinilai sama dengan uang Real, setiap Real sama dengan Rp 3000, – maka biaya Mauludan ketika masa itu sudah mencapai 900 juta rupiah. Pada masa itu orangnya juga masih sedikit, belum sebanyak sekarang.Tetapi mungkin ia mengambil harta dari rakyatnya dengan cara yang tidak sesuai Syar’i.
Ada yang mengatakan bahwa Mauludanmulai muncul dan sering diperingati pada zaman Shalahuddin Al Ayyubi رحمه الله . Pada abad ke-7 Hijriyah ketika akan membebaskan Al Quds, dilihatnya kaum muslimin tidak punya semangat untuk membela Islam. Oleh karena itu (katanya) lalu ia bangkitkan, dikumpulkannya orang dengan melakukan peringatan Mauludan. Diharapkan akan membangkitkan cinta kaum muslimin dan gairah ke-Islaman mereka, sehingga tampil bangkit untuk membela Islam dengan berjihad. Walloohu a’lam.
Itulah pembuktian dari sejarah, kapan mulai muncul MauludanIntinya, Mauludan muncul setelah akhir-akhir masa, bukan pada zaman Rosuululloohصلى الله عليه وسلم atau zaman Khulafaaurroosyidiinbukan masa para Tabi’in, juga bukan pada zaman Imam yang Empat. Melainkan pada zaman yang terakhir sekali, barulah muncul Mauludan dengan alasan untuk cinta kepada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.  Padahal itu tidak ada dasarnya.
FATWA DAN SIKAP PARA ULAMA
Pertama, dari ulama yang masih hidup  atau mungkin sekarang sudah wafat. Dalam Fatwa Al-Lajnah Ad-Da’imah lil Buhuts Al-’Ilmiyah wal Ifta’ (Komite Tetap untuk Riset ‘Ilmiah dan Fatwa) Kerajaan Saudi ‘Arabia, Nomor: 4755, fatwanya sebagai berikut:
Peringatan Mauludan adalah Bid’ah.Karena Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم sendiri tidak pernah melakukan peringatan hari lahir beliau sendiri. Dan tidak pernah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم memerintahkannya kepada para sahabat. Para sahabat pun tidak pernah yang ada melakukannya. Padahal para sahabat itu generasi yang paling gigih dalam mengagungkan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dan mengikuti Sunnahnya. Sebab Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
Artinya:
Barangsiapa yang mengada-ada sesuatu yang baru dalam perkara kami dan itu tidak pernah ada dalam ajaran kami maka perkara itu tertolak (Muttafaqun ‘alaihi dari ‘Aa’isyah رضي الله عنها).
Dari Syaikh Muhammad Shoolih Al ‘Utsaimin رحمه الله , dalam Kitabnya Al Majmuu’, beliau  رحمه الله berkata ketika ditanya hukum memperingati Maulud Nabi صلى الله عليه وسلم: “Maulud itu tidak dikenal secara pasti, bahkan sebagian orang yang hidup pada zaman sekarang mengatakan bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم lahir pada 9 Rabi’ul Awwal (bukan 12 Rabi’ul Awwal). Maka sesungguhnya peringatan itu secara sejarah tidak ada landasannya.
Keduadari sisi Syar’i, peringatan Mauludan itu tidak ada asalnya. Kalau lah itu merupakan syariat Allooh سبحانه وتعالى, maka tentu lah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم akan melakukannya, atau akan menyampaikannya kepada umatnya. Kalau memang menyampaikannya, maka wajib dan pasti yang demikian itu ada dan terriwayatkan kepada kita. Ketika itu tidak ada, tentu itu bukan bagian dari Islam. Dan jika bukan bagian darti Islam, maka tidak boleh untuk menghambakan diri serta mendekatkan diri  kepada Allooh سبحانه وتعالى dengan cara seperti itu.
Kalau memang peringatan Maulud itu merupakan kesempurnaan dari Islam, maka seharusnya ada sebelum wafatnya Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Kalau tidak ada, maka tidak mungkin itu merupakan bagian dari Islam. Karena Allooh سبحانه وتعالى telah berfirman dalam surat Al Maa’idah ayat 3:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
Artinya:
Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhoi Islam menjadi agama bagimu.”
Dengan demikian, Mauludan adalah Bid’ah serta hukumnya haroom. Jadi tidak boleh dilakukan karena Bid’ah, dan haroom hukumnya.
Dalam Kitab Majmuu’ FatawaSyaikhul Islam Ibnu Taimiyah رحمه الله mengatakan: “Demikian pula tentang apa yang diada-ada oleh sebagian orang, yang menyerupai Nasrani dalam peringatan lahirnya Nabi ‘Isa عليه السلام, mungkin karena cinta terhadap Nabi Muhammadصلى الله عليه وسلم, dan mengagungkan beliau dan berharap bisa mendapatkan pahala karena cintanya itu, tetapi sayangnya banyak orang yang menyelisihi kapan lahirnya Nabi صلى الله عليه وسلم sendiri. Yang demikian itu tidak pernah dilakukan oleh Salaf, betapa pun para Shohabat memungkinkan untuk melakukan itu, dan tidak ada halangan bagi mereka kalau memang itu dianggap baik.
Kalau memang Mauludan itu dianggap baik, maka Salaf akan lebih dahulu melaksanakan dibandingkan kita. Karena para Salaf itu orang yang paling sangat cintanya serta paling menghormati serta mengagungkan kepada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dibandingkan kita. Mereka adalah orang yang paling gigih untuk menjalankan kebaikan. Dan diantara kesempurnaan cinta dan penghormatan serta mengikuti beliau dengan taat mengikuti sunnahnya adalah dengan tidak melakukan Mauludan itu.”
Karena justru seharusnya adalah dengan menghidupkan Sunnahnya secara dhohir, secara bathin, dan menyebarkan apa yang menjadi ajaran Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Dan berjihad dengan hati, dengan tangan dan lisan, untuk selalu sama dengan jalannya orang-orang pendahulu dari kalangan Muhajirin dan Anshor dan orang yang setia mengikuti mereka.
Kebanyakan dari mereka yang melakukan Mauludan”, kata Ibnu Taimiyah رحمه الله, “justru mereka banyak yang tidak melaksanakan apa yang seharusnya mereka lakukan.  Misalnya,ada orang yang menghias-hias Al Qur’an, tetapi Al Qur’an itu tidak dibacanya, serta tidak diamalkannya. Seperti orang yang menghias dan memperindah masjid, tetapi ia tidak pernah sholat didalamnya.Kalaupun sholat, sholatnya jarang dilakukan.”
Maka perlu kami sampaikan bahwa Mauludan itu justru bukan mengundang dan memberikan maslahat (kenaikan),  melainkan memberikan madhorot (keburukan).
Madhorotnya minimal ada 5 poin:
Pertama, madhorot dari sisi ‘Aqidah, yang tidak kurang dari 5 perkara:
1. Peringatan Mauludan itu menyerupai Nasrani dan Yahudi (Tasyabbuh). Sedangkan menyerupai Nasrani dan Yahudi  itu harom dan dilarang oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.
2. Peringatan Mauludan adalah bentuk dari Ghuluwwun (kultusterhadap Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Kultus yang berlebihan terhadap beliau.  Mengangkat derajat Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم lebih dari apa yang semestinya kita perbuat. Dan itu dilarang oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dengan sabda beliau:
لَا تُطْرُونِي كَمَا أَطْرَتْ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ
Artinya:
Jangan kalian berlebihan terhadap aku,  seperti orang Nasrani berlebihan terhadap ‘Isa Ibnu Maryam”. (Hadits Riwayat Imam Al Bukhoory dari ‘Umar bin Khoththoob رضي الله عنه)
Dan bisa dibuktikan berlebihan itu ada dalam kitab-kitab yang sering dijual dan beredar di masyarakat. Misalnya sanjungan-sanjungan sebagai berikut:  “Assalamu’alaika  Zainal Anbiyaa”,  dstnya, sampai ada kata-kata:
Assalamu’alaika ya Miskii wa yaa thiibii (Selamat atas engkau ya Misikku (minyak wangiku), selamat atas engkau wahai Thiibku (harum-harumanku)”. Perhatikan setelah itu ada kalimat:
Assalamu’alaika ya Maahidz dzunubi (Selamat wahai penghapus dosa-dosa).
Ini sudah keterlaluan, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم tidak bisa menghapus dosa-dosa orang. Sedangkan kepada putri beliau sendiri, beliau صلى الله عليه وسلم berpesan:
يَا فَاطِمَةُ بِنْتَ رَسُولِ اللَّهِ سَلِينِى بِمَا شِئْتِ لاَ أُغْنِى عَنْكِ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا
Artinya:
Wahai Fatimah, mintalah kepadaku selagi aku masih hidup, sebab kalau aku sudah mati, maka aku tidak bisa memberi manfaat sedikitpun kepadamu”. (Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory dan Imaam Muslim dari Abu Hurairoh رضي الله عنه)
Itu urusan akhirat, sedangkan urusan dunia, beliau صلى الله عليه وسلم bersabda:
وأيم الله لو سرقت فاطمة بنت محمد لقطعت يدها
Artinya:
Demi Allooh, kalau Fatimah anakku mencuri niscaya akan aku potong tangannya”. (Hadits Riwayat Imaam An Nasaa’i dari ‘Usamah bin Zaid رضي الله عنه)
Jadi urusan akhirat dan dunia sedemikian tegasnya beliau صلى الله عليه وسلم walaupun kepada putrinya sendiri.
Maka kata sanjungan bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم itu penghapus dosa adalah salah. Beliau tidak bisa menghapus dosa. Dan tidak dibenarkan bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم penghapus dosa.
Itulah bentuk dari Ghuluw (Kultus Individu) kepada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, seolah beliau disejajarkan dengan Allooh سبحانه وتعالى. Karena yang bisa menghapus dosa hanya ah Allooh سبحانه وتعالى, maka apabila ada keyakinan bahwa pada diri Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم terdapat kemampuan yang sama dengan Allooh سبحانه وتعالى, maka keyakinan tersebut adalah syirik. Itu tidak bisa dimaklumi.
Ada lagi sanjungan:
“Assalamu’alaika ya Jaalil kuruub (Selamat wahai penghapus bencana)”.
Apakah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bisa menanggulangi bencana?
Ada lagi:
Assalamu’alaika ya Kullal maroomi(Selamat wahai Rasul yang menjadi seluruh gawang dari kita, bahwa semua yang kita inginkan goalnya adalah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم).”
Itu salah, tidak boleh orang mengatakan demikian. Itu kultus individu. Dan masih banyak lagi sanjungan yang berlebihan, yang sesungguhnya tidak boleh diucapkan kepada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, karena itu bukan ajaran dari beliau صلى الله عليه وسلم.
3. Peringatan Mauludan adalah ajaran baru, Bid’ah, Dholaalah dalam Ad dien. Kalau ada orang yang mengkaitkan dalam rangka cinta kepada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, maka perbuatannya itu salah.
Memang benar kita harus cinta kepada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, sebab kalau tidak cinta kepada beliau berarti bukan ummat Muhammad صلى الله عليه وسلم. Kita harus cinta kepada beliau صلى الله عليه وسلم, memuliakan dan mengagungkan beliauصلى الله عليه وسلم, tetapi harus lah dengan cara-cara yang sudah diajarkan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, bukan dengan cara mengarang sendiri.  Kalau mengarang sendiri namanya Bid’ah. Karena Bid’ah maka bisa menjadi dholaalah, sesat.
4. Peringatan Mauludan bisa menjadimedia syirik. Seperti adanya sanjungan -sanjungan yang berlebihan, lalu meminta kepada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم seperti disebutkan diatas, adalah syirik. Karena meminta kepada selain Allooh سبحانه وتعالى, ia syirik. Apalagi Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم sudah wafat.
5. Peringatan Mauludan adalah bentuk sikap Tajhiil (menganggap bodoh kepada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, membodohkan para sahabat Rosuululloohصلى الله عليه وسلم, membodohkan para Imaam yang mu’tabar). Menganggap mereka tidak tahu, bahwa sesuatu itu baik. Kalau memang baik, tentu sudah mereka lakukan. Karena mereka para Shohabat رضي الله عنهم itu paling gigih membuat kebaikan. Sementara mereka yang melakukan peringatan Mauludan itu komitmen-nya dan konsisten-nya terhadap Islam sejauh mana?
Pertama,Peringatan Mauludan adalah tabdziir dan isroof (mubadzir, membuang-buang dana yang sia-sia). Bila dihitung, misalnya jumlah masjid di seluruh Indonesia itu ada 1 (satu) juta masjid, dan setiap masjid mengadakan peringatan Mauludan dengan menghabiskan dana minimal Rp 2 juta per masjid, maka akan di habiskan dana: 1 juta X Rp 2 juta = Rp 2 trilyun. Sejumlah itu uang yang terbuang  sia-sia, untuk peringatan  Mauludan. Kalau uang sejumlah itu untuk menolong kaum muslimin yang kesusahan, akan lebih bermanfaat. Dan ingat, perbuatan tabdziir adalah saudara syaithoon.
Kedua, secara sosial Mauludan mempunyai dampak yang termasuk fatal,yaitu dengan Mauludan sering menimbulkan beberapa kemaksiatan. Di Cirebon, setiap tanggal 12 Rabi’ul Awwal persis seperti pasar malam tahunan. Dari musik sampai togel dan maksiat lainnya ada disitu. Itu katanya untuk mengagungkan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Apakah dengan cara seperti itu?
Katanya cinta kepada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dengan bentuk yang demikian itu. Apakah yakin, seandainya Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم masih hidup di hadapan kita, lalu melihat peringatan Mauludan di Cirebon itu, beliau akan bangga ?
Itu semua sebagai bahan untuk introspeksi diri masing-masing.
Ketiga, dalam peringatan Mauludan akanterjadi ikhtilaath, laki-laki dan perempuan baur menjadi satu, bahkan mungkin merupakan ajang pacaran dan sebagainya. Apakah memperingati dan mengagungkan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم seperti itu ?
Keempat, peringatan Mauludan tidak tepat sasaran atas apa yang mereka falsafahi. Bukankah Mauludan itu katanya dalam rangka membangkitkan semangat, agar kita semakin cinta kepada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم,  semakin mengikuti ajaran beliau.  Sejauh mana keberhasilan itu?
Nyatanya kaum muslimin dengan semakin banyak Mauludan, semakin merosot kondisinya seperti sekarang ini. Jadi kuncinya bukan pada Mauludan.
Kalau filosofinya untuk membangkitkan jihad sebagaimana Shalahuddin Al Ayyubi ketika itu, lalu sekarang ini mau jihad melawan siapa?
Kalau ada yang mengatakan bahwa Mauludan merupakan strategi dakwah, maka sesungguhnya Mauludan itu justru menghidupkan Bid’ah dan mematikan Sunnah.
Kata para ulama Salaf, “Siapa yang menghidupkan Bid’ah, berarti ia telah mematikan Sunnah.”
Lalu kalau ada seorang ustadz yang mengatakan bahwa kita gunakan forum Mauludan itu untuk berdakwah, maka sesungguhnya itu bukannya menghidupkan gairah Sunnah, akan tetapi pada hakikatnya justru meninggalkan Sunnah dalam prakteknya.
Ingat, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم tidak pernah menggunakan forum yang tidak sesuai (syari’at) tetapi lalu dikatakan untuk Islam. Sejak awal, Rosuululloohصلى الله عليه وسلم selalu menggunakan furqoon dalam berbagai hal. Tidak pernah tercampur yang haq dengan yang baathil.
Oleh karena itu kalau ingin menebarkan Sunnah, menghidupkan Islam, menyeru orang kepada Islam, lakukan lah dengan konsep Islam yang semurni mungkin. Jadi tidak boleh katanya ingin menghidupkan Sunnah tetapi malah dengan cara meninggalkan Sunnah.
TANYA JAWAB
Pertanyaan:
  1. Setiap tanggal 10 Muharrom di masyarakat kita ada yang memperingati hari anak Yatim. Mohon penjelasan tentang hari anak yatim itu.
  2. Di masyarakat kita sering terjadi orang melakukan acara 7 bulan kehamilan. Apakah itu disyari’atkan dalam Islam?
  3. Di Indonesia ada hari libur nasional sehubungan dengan peringatan MaulidNabi Muhammad صلى الله عليه وسلم. Bagaimana tentang hal itu?
  4. Bagaimana mengucap Sholawat kepada Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلمapakah dengan ada kata “Sayyidina”?
Jawaban:
1. Tentang 10 Muharrom yang dijadikan peringatan sebagai hari anak yatim, sebenarnya riwayat tentang itu tidak jelas dan tidak shohiih. Oleh karena itu bila hendak menyantuni yatim jangan lah hanya setahun sekali. Kalau bisa sesering mungkinSenangkan lah anak yatim itu setiap saat, setiap kita mampu. Karena Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم memberikan janji yang bagus sekali kepada siapa saja yang mencintai dan menyayangi anak yatim.
Beliau bersabda:
أَنَا وَكَافِلُ الْيَتِيمِ فِي الْجَنَّةِ هَكَذَا وَقَالَ بِإِصْبَعَيْهِ السَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى
Artinya:
Aku bersama orang yang menjamin anakyatim adalah seperti ini.
(Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory dari Sahl bin Sa’ad رضي الله عنه).
(Sambil beliau menunjukkan dua jari telunjuk dan jari tengah). Maksudnya, kelak di surga, siapa yang menyantuni anak yatim akan berdampingan dengan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, dekat sekali dengan beliau. Jadi hendaknya menyantuni anak yatim itu tidak hanya setahun sekali, tetapi setiap saat, kapan saja, seperti menyantuni anak sendiri.
2. Mengenai acara 7 bulan atau 4 bulan kehamilan seseorang,  itu sebenarnya hanya kreasi orang. Kalau Islam dikaitkan dengan kreasi orang, dulu 7 bulan, sekarang 4 bulan saja, atau setiap bulan saja. Urusan dien (agama) bukan urusan kreatif, atau urusan kecenderungan (hati)Urusan dienadalah urusan dengan Firman Alloohسبحانه وتعالى dan urusan SunnahRosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Kalau anak dikaitkan dengan Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, seharusnya anak kita itu diwarnai sejak memilih ibunya. Bukan ketika hamil 4 atau 7 bulan. Menurut ajaran Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, cara memilih isteri harus spesifik, jangan asal cinta. Tetapi hendaknya ditest dulu, diwawancarai pemahaman dien-nya, kalau lulus, barulah boleh menjadi isteri calon anak kita. Itulah pendidikan pertama kali. Berikutnya, apabila kita ingin anak yang shoolih, ibu dan bapaknya harus shoolih. Orang tuanya juga harus shoolih. Selanjutnya apa yang dikonsumsi bapak-ibunya harus halal. Karena orang yang memakan barang tidak halal, maka dagingnya lebih berhak dimakan api neraka. Berikutnya, sering-sering lah dibacakan Al Qur’an dekat dengan janin si bayi. Bapak dan ibunya sering membaca Al Qur’an, sering dzikir, sering berdoa kepada Allooh سبحانه وتعالى, jangan diperdengarkan musik dan sejenisnya. Perdengarkan lah janin si bayi anak kita itu dengan bacaan Al Qur’an.
3. Tentang Sholawat kepada Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم yang ada kata “sayyidina”. Sesungguhnya Sholawat kepada Nabi صلى الله عليه وسلم adalah ibadah.
Allooh سبحانه وتعالى berfirman:
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Artinya:
Wahai orang yang beriman, bersholawatlah kepada kalian kepada Nabimu (Nabi Muhamamad صلى الله عليه وسلم) dan ucapkan lah salam. (QS Al Ahzaab ayat 56).
Jadi melakukan sholawat dan salam kepada Nabi Muhamamad صلى الله عليه وسلم adalah ibadah. Orang yang tidak suka bersholawat, maka ia bukan umat Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم. Bukan itu saja, bahkan orang yang mendengar nama Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم disebut, ia tidak mengucapkan Sholawat, maka orang itu bakhil (kikir). Demikian menurut Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.
Dalam Kitab Jalaa’ul Afhaam, disebutkan ada 40 tempat kita disunnahkan untuk mengucapkan Sholawat kepada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.  Artinya: Sholawat adalah ibadah. Karena ibadah, maka jangan mengarang sendiri.
Kalimat Sholawat harus sesuai dengan redaksi yang diajarkan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.
Tentang kata “Sayyidina”, ada ‘Ulama yang mengatakan: “Sholawat dalam sholat tidak usah dengan ‘sayyidina”(karena tidak ada contohnya dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم), tetapi di luar sholat boleh menggunakan kata ‘sayyidina’.
Tetapi kalau ingin bersih seperti yang diajarkan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم kepada kita, tidak usah dengan “sayyidina” kapan pun kita mengucapkan sholawat (baik didalam maupun diluar sholat).
Karena Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم sendiri yang menghendaki itu.
Ketika para sahabat mengatakan:
أَنْتَ سَيِّدُنَا. فَقَالَ « السَّيِّدُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى ». قُلْنَا وَأَفْضَلُنَا فَضْلاً وَأَعْظَمُنَا طَوْلاً. فَقَالَ « قُولُوا بِقَوْلِكُمْ أَوْ بَعْضِ قَوْلِكُمْ وَلاَ يَسْتَجْرِيَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ
Artinya:
Wahai Rosuulullooh, engkau adalah tuan kami (sayyidina)”. Karena para sahabat mengakui bahwa Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم adalah putra (keturunan) dari bangsawan Quraisy yang terhormat. Tetapi Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم menjawab: “Tidak,  yang sayyid adalah Allooh”. (Hadits Riwayat Imaam Abu Daawud dari Muthorrif  رضي الله عنه)
Aku ini hanya lah hamba Allooh dan utusan-Nya .
Jadi beliau صلى الله عليه وسلم tidak ingin dilebih-lebihkan.
Maka cukup kita bershalawat: “Alloohumma sholli ‘alaa Muhammad wa ‘alaa Aali Muhammad”. Atau: “Assalamu’alaika ya Rosuulullooh”.
Yang paling lengkap sholawatnya adalah sholawat yang kita ucapkan dalam shalat ketika duduk Tasyahud Akhir:
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ. اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
Alloohumma sholli ‘alaa Muhammad wa ‘alaa Aali Muhammad kamaa shollaita ‘alaa Ibroohiima wa ‘alaa aali Ibroohima wa baarik ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aali Muhammad kamaa baarokta ‘alaa Ibroohiima wa ‘alaa aali Ibroohima innaka hamidum majiid.”
Artinya:
Ya Allooh limpahkanlah sholawat atas Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau limpahkan sholawat atas Ibroohim dan keluarga Ibroohim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Agung.”
(Hadits Shohiih Riwayat Imam Al Bukhoory dan Imam Muslim, dari Ka’ab bin ‘Ujroh رضي الله عنه)
Itu saja sudah cukup. Puaslah dengan apa yang diajarkan oleh Rosuululloohصلى الله عليه وسلم saja,  jangan ditambah-tambah.
Pertanyaan:
Kitab apa yang bisa dijadikan pedoman supaya kita terbebas dari Bid’ah?
Jawab:
Ada buku kecil yang ditulis oleh Syaikh Shoolih Al Utsaimiin رحمه الله yang berjudul: “Risalah Bid’ah”. Buku itu bisa dijadikan rujukan. Ada juga berbagai buku-buku lain dari terjemahan kitab tentang masalah Bid’ah, yang sudah dijual di toko-toko buku.
Pertanyaan:
Mohon penjelasan tentang hadiah bacaan surat Al Fatihah bagi orang sakit atau orang yang sudah meninggal.
Jawaban:
Untuk orang sakitsering lah dibacakan Al Qur’an, talqin-kan ia dengan kalimatLaa ilaaha illallooh” sesering mungkin. Ingatkan lah ia agar selalu bertaubat dan ber-istighfar kepada Allooh سبحانه وتعالى, karena ia masih bisa berusaha dengan dirinya sendiri.
Sedangkan bagi orang yang sudah meninggal, hendaknya kita tidak menghadiahkan bacaan Al Fatihah, karena belum tentu kita yang membaca ini pasti mendapatkan pahalanya, karena itu tidak ada tuntunannya dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Kalau belum tentu mendapat pahala, maka apa yang akan hadiahkan?
Pertanyaan:
Bagaimana hukumnya berma’mum pada sholat Shubuh, kepada Imaam yang membaca doa Qunut?
Jawaban:
Para ‘ulama mengatakan: “Sholatnya sah, tetapi tidak usah diikuti sesuatu yang tidak ada dasarnya. Silakan berma’mum tetapi doa Qunutnya tidak usah diikuti.”
Kalau ingin lebih afdhol lagi, upayakan berma’mum kepada Imaam yang sesuai dengan Sunnah Rosuul sholatnya.
Pertanyaan:
Bolehkah kita dzikir berjamaah setelah sholat dengan suara keras dan ditutup dengan doa bersama?
Bab tersebut akan dibahas pada kesempatan yang akan datang. Tetapi bisa kami jawab sekarang: “Janganlah anda melakukan seperti itu, karena Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم tidak pernah mencontohkannya, dan Salaful Ummah juga tidak pernah mencontohkannya, demikian pula para shohabat.”
Dzikir dan doa setelah shalat, cukup seperti yang diajarkan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلمBoleh dengan suara perlahan atau sedikit agak keras, tetapi masing-masing. Juga tidak ada diajarkan ataupun dicontohkan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم untuk berdoa bersama-sama setelah sholat.
Pertanyaan:
Bagaimana tatacara selamatan (syukuran) yang benar menurut tuntunan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم?
Jawaban:
Syukuran adalah dengan mengucapkan Alhamdulillaah.
Syukuran yang diajarkan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, misalnya kita diberikan (amanah) anak yang baru lahir, maka lakukan aqiqoh. Itu syukuran namanya. Itu jelas Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.
Tetapi bila sebentar-sebentar syukuran, mendapat jabatan lalu syukuran, berarti senang dengan jabatan.
Syukuran memang diharuskan. Syukuranitu esensinya ada tiga:
Pertama, harus yakin bahwa anugerah yang kita terima itu berasal dari Alloohسبحانه وتعالى. Jangan menganggap anugerah itu karena keberhasilan anda. Itu lupa diri namanya. Katakanlah bahwa anugerah itu dari Allooh سبحانه وتعالى.
Kedua, ungkapkan dengan dhohir tentang anugerah Allooh سبحانه وتعالى itu. Misalnya dengan mulut, ucapkanlah: “Alhamdulillaah, kami telah dikarunai anak”. Itu namanya Tahadduts bin ni’mah, menceritakan bahwa kita mendapat nikmat dari Allooh سبحانه وتعالى.  Itu lah bentuk syukuran kedua.
Ketiga, gunakanlah kenikmatan atau anugerah itu untuk lebih banyak beribadah kepada Allooh سبحانه وتعالى. Kalau kita diberi nikmat sehat, gunakanlah kesehatan badan itu untuk banyak beribadah kepada Allooh سبحانه وتعالى. Latihlah jiwa kita agar kita terlatih untuk taat dan patuh kepada Alloohسبحانه وتعالى.
Pertanyaan:
Bagaimana kita menyikapi dan memerangi Bid’ah?
Jawaban:
Bab itu akan dibahas pada pertemuan yang akan datang. Karena kita sekarang sudah tahu tentang Bid’ah, apa itu Ahlul Bid’ah, dsbnya. Maka bagaimana menyikapinya, akan kita bahas pada pada pertemuan yang akan datang.
Sekian bahasan kita kali,
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Komentar

Postingan populer dari blog ini

RADIOMUSLIM.COM

JADWAL ACARA HARI INI 05: 30-07: 00  Ust Seno Aji Imanullah Live Studio Radio Muslim Jogja 07: 00-08: 00  Ceramah Singkat dan Murottal 08: 00-09: 00  Kajian Tematik (Masjid Baiturrahman Congcat), Ust Afifi Abdul Wadud 09: 00-11: 00  Kajian Tematik Pilihan (rekaman), Asatidzah Pilihan 11: 00-12: 00  Pilihan Ceramah Singkat dan Murottal 12: 00-13: 00  Siaran Jeda (Murottal, Ceramah Pendek) 13: 00-14: 00  Fiqh Muyassar (Rekaman), Ust Aris Munandar 14: 00-15: 00  Pilihan Ceramah Singkat dan Murottal 15: 00-16: 00  Siaran Jeda (Murottal, Ceramah Pendek) & Dzikir Sore 16: 30-17: 00  Live Ustadz Setyo Susilo dari Hamalatul Quran Kajian Bahasa Jawa 17: 00-18: 00  Siaran Jeda (Murottal, Ceramah Pendek) 18: 00-19: 00  Kajian Kitab Sittu Durror (Live MPR), Ust Afifi Abdul Wadud 19: 00-20: 00  Siaran Jeda 20: 00-21: 00  Ustadz Aris Munandar Hidup Hamalatul Quran 21: 00-22: 00  Pilihan Ceramah Singkat dan Murottal Memur

TAHLILAN (SELAMATAN KEMATIAN ) ADALAH BID’AH MUNKAR DENGAN IJMA’ PARA SHAHABAT DAN SELURUH ULAMA ISLAM

TAHLILAN (SELAMATAN KEMATIAN ) ADALAH BID’AH MUNKAR DENGAN IJMA’ PARA SHAHABAT DAN SELURUH ULAMA ISLAM Oleh : Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat عَنْ جَرِيْربْنِ عَبْدِ اللَّهِ الْبَجَلِيِّ قَالَ : كُنَّا نَرَى (وفِى رِوَايَةٍ : كُنَا نَعُدُّ) اْلاِجْتِمَاع اِلَى أَهلِ الْمَيِّتِ وَصَنْعَةَ الطَّعَامِ (بَعْدَ دَفْنِهِ) مِنَ الْنِّيَاحَةِ “Dari Jarir bin Abdullah Al Bajaliy, ia berkata : ” Kami (yakni para shahabat semuanya) memandang/menganggap (yakni menurut madzhab kami para shahabat) bahwa berkumpul-kumpul di tempat ahli mayit dan membuatkan makanan sesudah ditanamnya mayit termasuk dari bagian meratap” TAKHRIJ HADITS Hadits ini atau atsar di atas dikeluarkan oleh Imam Ibnu Majah (No. 1612 dan ini adalah lafadzhnya) dan Imam Ahmad di musnadnya (2/204 dan riwayat yang kedua bersama tambahannya keduanya adalah dari riwayat beliau), dari jalan Ismail bin Abi Khalid dari Qais bin Abi Hazim dari Jarir sebagaimana tersebut di atas. Saya berkata : Sanad Hadits ini sha

DOWNLOAD KITAB DAN E-BOOK

Download Kitab dan E-Book  Kumpulan download kitab dan ebook. Halaman ini akan terus diupdate, in syaa Allah. Unduh kitab [ Jumlah 72 📁 ] JUDUL KITAB 📅 [KITAB] Tahdzib Siroh Ibnu Hisyam 2019-06-22 [KITAB] Taisirul 'Allam Syarh 'Umdatul Ahkam 2019-04-21 [KITAB] al Irsyad ila Shahihil I'tiqod 2019-04-21 [KITAB] al Mu'taqadus Shahih 2019-04-21 [KITAB] Majalis Syahri Romadhon 2019-04-21 [KITAB] Syarh al Qowa'idul Fiqhiyyah al Khomsul Kubro 2019-04-20 [KITAB] Syarah Qathru an Nada wa Ballu ash Shoda 2019-04-20 [KITAB] Tafsir al Qur'anul Karim (Surat ke 49 sd 57) 2019-04-20 [KITAB] Tafsir al Qur'anul Karim (Juz 'Amma) 2019-04-20 [KITAB] Ushulud Da'wah as Salafiyyah 2019-04-20 [KITAB] Min Ushul 'Aqidah Ahlussunnah wal Jama'ah 2019-04-20 [KITAB] Fathul Wadud al Lathif bi Jam'i wa Tartib Ahammi Durusit Tashrif 2019-04-20 [KITAB] Aqidah Tauhid 2019-04-20 [KITAB] al Mulakhosh al Fiqh Jilid 2 2019-04-20 [KITAB] al Mula