Manisnyaiman.com
Menyejukkan Hati Dengan Tetesan Embun Sunnah
Antara Syariat Islam Dan Budaya Masyrakat
Penolakan terhadap hukum-hukum Islam dan sunnah Rasulullah ﷺ sering kita dengar dan ditemukan di tangah-tengah masyarakat yang beragama Islam, tentu dengan berbagai alasan dan argumen yang mereka kemukakan. Misalnya anggapan mereka bahwa hukum Islam itu tidak sesuai dengan kondisi dan dimensi manusia, atau alasan hukum Islam juga tidak dapat fleksibel untuk kebutuhan manusia di era modern.
Nyaris, bukankah Allah ﷻ yang menurunkan syariat Islam maha menciptakan segala sesuatu, termasuk menciptakan semua waktu dan tempat, dan juga maha mengetahui semua wujud yang telah terjadi pada mahluk ciptaan-Nya, Semua hukum dalam syariat Islam yang melahirkan-Nya sangat sesuai dengan kondisi mereka di setiap jaman dan tempat?
Allah ﷻ berfirman:
{أَلا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ}
“Tidak Allah yang menciptakan (alam semesta beserta isinya) maha tahu (segala sesuatu)? Dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui ”(QS al-Mulk: 14). Lanjutkan membaca
Keutamaan Memurnikan Tauhid Kepada Allah
Allah ﷻ berfirman:
{الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الأمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ}
"Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezhaliman (syirik), mereka mengintegrasikan orang-orang yang mendapat bantuan dan mereka adalah orang-orang yang (selalu) mendapat petunjuk" (QS al-An'aam: 82).
Ayat Yang agung Penyanyi menunjukkan agungnya Preferensi memurnikan iman Dan tauhid Dari noda syirik (menyekutukan Allah ﷻ), KARENA Hal Penyanyi merupakan sebab Utama Seorang hamba Meraih SEMUA Kebaikan Dan Kemuliaan di Sisi Allah ﷻ, Yaitu Keamanan Dan Petunjuk dari-Nya di Dunia Dan akhirat [ 1] . Syaikhul Islam Imam Muhammad bin 'Abdul Wahhab رحمه الله Mencantumkan ayat dalam kitab “at-Tauhid” dalam pembahasan: Keutamaan Tauhid dan Kedudukannya sebagai pengugur dosa-dosa [2] . Lanjutkan membaca
Keutamaan Menolong Agama Allah
Allah ﷻ berfirman:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ}
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu” (QS Muhammad: 7).
Ayat yang mulia ini menunjukkan jumlah orang yang menolong agama Allah ﷻ, karena Allah ﷻ akan memudahkan pertolongan-Nya dan menegangkan kedudukasnnya, sebagai balasan yang sesuai dengan perbuatan hamba tersebut [1] .
Syaikh 'Abdur Rahman as-Sa'di رحمه الله berkata: “Ini adalah perintah dari Allah ﷻ kepada kaum mukminin agar mereka menolong (agama) Allah, dengan mengamalkan agama-Nya, berdakwah (mendorong manusia) ke jalan-Nya dan berjihad melawan musuh -musuh-Nya, dengan niat meminta wajah Allah. Lanjutkan membaca
Hadits Palsu Tentang Adanya Bid'ah Hasanah (Yang Baik)
رُوِيَ عن أنس بن مالك t قال: قال رسول الله ﷺ: ((ما استحسنوا فهو عند الله حسن وما استقبحوا فهو عند الله قبيح)) حديث موضوع رواه الخطيب البغدادي وابن الجوزي.
Diriwayatkan dari Anas bin Malik - radhiyallahu 'anhu-bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Apa yang baik oleh kaum muslimin maka itu baik di sisi Allah dan apa yang buruk oleh kaum muslimin maka itu buruk di sisi Allah”.
Hadist ini dikeluarkan oleh Imam al-Khathib al-Bagdadi رحمه الله dalam "Tarikh Bagdad" (4/165) dan dari jalurnya oleh Imam Ibnul Jauzi dalam kitab "al-Waahiyaat" (no. 452) dari jalur Sulaiman bin 'Amr Abu Dawud an-Nakha'i, dari Aban bin Abi Ayyasy dan Humaid ath-Thawil, dari Anas bin Malik, dari Rasulullah ﷺ.
Hadits ini adalah hadits palsu, dalam sanadnya ada rawi yang bernama Sulaiman bin 'Amr Abu Dawud an-Nakha'i, dia adalah seorang pendusta dan pemalsu hadits. Imam Ahmad رحمه الله berkata tentangnya: "Dia selalu memalsukan hadits". Imam Yahya bin Ma'in رحمه الله berkata: "Dia adalah orang yang paling pendusta". Imam al-Bukhari رحمه الله berkata: "Dia ditinggalkan (riwayat haditsnya karena kelemahannya yang fatal), Imam Qutaibah dan Ishaq hantu sebagai pendusta" [1] . Lanjutkan membaca
Keutamaan Mentadabburi / Merenungkan Ayat-Ayat Al-Qur-an
Allah ﷻ berfirman:
{كِتَابٌ أَنزلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الألْبَابِ}
"Ini adalah sebuah kitab (al-Qur'an) yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah (kebaikan yang berlebihan), ditambah mereka merenungkan (makna) ayat-ayatnya dan mendapatkan orang-orang yang memiliki pikiran" (QS Shaad: 29 ).
Ayat yang agung ini menunjukkan jumlah keutamaan laki-laki tadabbur i ayat-ayat al-Qur-an, memahami maknanya, juga menghayati petunjuknya, agar menjadi sebab keberkahan dan manfaat bagi diri manusia, lahir dan batin.
Imam Ibnu Jarir ath-Thabari رحمه الله berkata: “Allah ﷻ memotivasi hamba-hamba-Nya untuk mengambil pelajaran dari ayat-ayat al-Qur-an (dengan merenungkannya), berupa nasehat-nasehat (yang bermanfaat) dan bukti-bukti (kebenaran)”. Kemudian beliau menyebutkan ayat tersebut di atas[1]. Continue reading
Keutamaan Orang Yang Selalu Mengumandangkan Adzan
عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ أَبِى سُفْيَانَ t قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ يَقُولُ: « الْمُؤَذِّنُونَ أَطْوَلُ النَّاسِ أَعْنَاقًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ » روه مسلم
Dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu ‘anhubeliau berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: “Para mu’adzdzin (orang-orang yang selalu mengumandangkan adzan) adalah orang-orang yang paling panjang lehernya pada hari kiamat nanti”[1].
Hadits yang agung ini menunjukkan besarnya keutamaan orang yang selalu mengumandang-kan adzan, karena sifat yang disebutkan disebutkan dalam hadits di atas berhubungan dengan keutamaan besar bagi para mu’adzdzin. Oleh karena itu, beberapa ulama, seperti Imam an-Nawawi رحمه الله dan Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin رحمه الله, menjadikan hadits ini sebagai argumentasi yang menunjukkan bahwa mengumandangkan adzan lebih utama dari pada menjadi imam dalam shalat berjamaah[2].
Dalam beberapa hadits shahih lainnya, Rasulullah ﷺ menjelaskan keutamaan besar mengumndangkan adzan, seperti sabda beliau ﷺ: “Seandainya manusia mengetahui besarnya keutamaan mengumandangkan adzan dan (menempati) shaffpertama (dalam shalat berjama’ah) lalu mereka tidak mendapatkan (cara untuk meraih keutamaan tersebut) kecuali dengan melakukan undian maka niscaya mereka mau mengadakan undian untuk itu”[3]. Continue reading
Hadits Sangat Lemah Tentang Kalimat Hikmah
رُوِيَ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ t أنه قَال:َ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: « الْكَلِمَةُ الْحِكْمَةُ ضَالَّةُ الْمُؤْمِنِ فَحَيْثُ وَجَدَهَا فَهُوَ أَحَقُّ بِهَا » رواه الترمذي وابن ماجه وغيرهما وهو ضعيف جداً.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhubahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Kalimat hikmah adalah barang berharga orang beriman yang hilang, sehingga di manapun dia menemukannya maka dia yang paling berhak terhadapnya”.
Hadits ini dikeluarkan oleh oleh Imam at-Tirmidzi (5/51), Ibnu Majah (no. 4169), Ibnu Hibban dalam kitab “al-Majruhin” (1/105) dan Ibnul Jauzi dalam “al-‘Ilal al-mutanahiyah” (1/95), dengan sanad mereka dari jalur Ibrahim bin al-Fadhl, dari Sa’id al-Maqburi, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Rasulullah ﷺ.
Hadist ini sangat lemah, karena dalam sanadnya ada rawi yang bernama Ibrahim bin al-Fadhl al-Makhzumi, Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani –rahimahullah- berkata tentangnya: “Dia ditinggalkan (riwayat haditsnya kerena kelemahannya yang sangat fatal)[1]. Continue reading
Musibah dan Bencana, Antara Cobaan dan Teguran
Sebagai hamba Allah, dalam kehidupan di dunia manusia tidak akan luput dari berbagai cobaan, baik kesusahan maupun kesenangan, sebagai sunnatullahyang berlaku bagi setiap insan, yang beriman maupun kafir, yang taat maupun durhaka.
Allah Ta’ala Berfirman:{وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ}“Kami akan menguji kamu dengan keburukan (bencana) dan kebaikan (kesenangan) sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya), dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan” (QS al-Anbiya':35).
Imam Ibnu Katsir – semoga Allah Ta’ala merahmatinya – berkata: “(Makna ayat ini) yaitu: Kami menguji kamu (wahai manusia), terkadang dengan bencana dan terkadang dengan kesenangan, agar Kami melihat siapa yang bersyukur dan siapa yang ingkar, serta siapa yang bersabar dan siapa yang beputus asa… Lalu Kami akan memberikan balasan (di akhirat kelak) sesuai dengan amal perbuatanmu”[1]. Continue reading
Mengenal Keindahan Al-Asmaul Husna
Berbicara tentang keindahan al-Asma-ul husna (nama-nama Allah Ta’ala yang maha indah) berarti membicarakan suatu kemahaindahan yang sempurna dan di atas semua keindahan yang mampu digambarkan oleh akal pikiran manusia.
Betapa tidak, Allah Ta’ala adalah zat maha indah dan sempurna dalam semua nama dan sifat-Nya, yang karena kemahaindahan dan kemahasempurnaan inilah maka tidak ada seorang makhlukpun yang mampu membatasi pujian dan sanjungan yang pantas bagi kemuliaan-Nya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan hal ini dalam sebuah doa beliau yang terkenal:
لا أُحْصِيْ ثَنَاءً عَلَيْكَ، أَنْتَ كَما أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ
“Aku tidak mampu menghitung/membatasi pujian/sanjungan terhadap-Mu, Engkau adalah sebagaimana (pujian dan sanjungan) yang Engkau peruntukkan bagi diri-Mu”[1] Continue reading
Ar-Raqiib, Yang Maha Mengawasi
Dasar penetapan
Nama Allah Ta’ala yang maha agung ini disebutkan dalam tiga ayat al-Qur’an:
{إنَّ اللهَ كان عَلَيْكُمْ رقيباً}
“Sesungguhnya Allah Maha Mengawasi kamu sekalian” (QS an-Nisaa’:1).
{وكان اللهُ عَلى كُلِّ شَيْءٍ رَقِيْباً}
“Dan adalah Allah Maha Mengawasi segala sesuatu” (QS al-Ahzaab:52).
{وكُنْتُ عَلَيْهِمْ شَهِيْداً ما دُمْتُ فِيْهِمْ، فَلَمَّا تَوَفَّيْتَنِي كُنْتَ أنْتَ الرَّقِيْبَ عَلَيْهِمْ، وأنْتَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيْدٍ}
“Dan akulah yang menjadi saksi terhadap mereka selama aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan (angkat) aku, Engkau-lah Yang Maha Mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu” (QS al-Maa-idah:117). Continue reading